Mengapa Perlu Diproduksi Pupuk Organik Padat?
Prof.Dr.H.E. Hidayat Salim, Ir.,MS & Dr. Ir. Rija Sudirja, MT
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian – Universitas Padjadjaran
Berdasarkan data yang terhimpun,kandunganbahan organik tanahdi Indonesia sudah termasuk memprihatinkan, para pakar menyebutnya dengan kondisi “tanah sakit”. Hal ini merujuk pada hampir setiap penelitian bahwa tanah di Indonesia hanya memiliki kandungan bahan organik sekitar 1-3 % saja. Jika melihat kondisi ini, maka lahan pertanian yang akan dilakukan usahatani budidaya pertanian haruslah memiliki kondisi kesuburan tanah yang cukup memadai, artinya kandungan bahan organik yang dibutuhkanpun harus mencukupi kebutuhan untuk menunjang pertumbuhan tanaman yang optimal. Kebutuhan bahan organik pada lahan pertanian umumnya mencapai5-40 ton/hektar/tahun, tergantung pada jenis tanah dan kandungan awal bahan organik yang berada di dalam tanah itu sendiri.
Dalam hal produksi bahan organik, sebenarnya para petani/masyarakat kita sudah mengenal cara-cara pemanfaatan sisa-sisa tanaman, hewan ternak, dan bahan lainnya untuk dijadikan kompos. Namun demikian, meskipun sudah banyak disosialisasikan oleh berbagai kalangan, mulai dari lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, penyuluh, aparat birokrasi dan lainnya, masih dirasakan belum cukup efektif. Hal ini dikarenakan, jumlah pemberian bahan organik kedalam tanah yang diproduksi serta kesadaran masyarakat tersebut belumlah cukup memadai, jika dibandingkan dengan angka kehilangan lapisan atas tanah (top soil) yang kaya bahan organik akibat tercuci atau terbawa aliran permukaan (runoff) saat hujan danair perkolasi. Kendala lainnya adalah masyarakat enggan mengolah sisa-sisa tanaman ataupun kotoran hewan, karena dalamjumlah yang besar akan mengeluarkan biaya tambahan untuk ongkos produksi, biaya pengangkutan, dan penyediaan sarana pengolahan yang tentunya akan memakan biaya yang tidak sedikit.
Di sisi lain, permasalahan yang banyak muncul adalah pencemaran lingkungan akibat bau busuk limbah yang tidak sedap dan air kotor yang ditimbulkannya mencemari tanah dan sumber air masyarakat di sekitarnya. Padahal limbah tersebut jika diolah akan memiliki potensi menjadi sumber bahan organik, seperti halnya yang berasal dari industri sawit, tebu, kakao, kina, hewan ternak, pakan, makanan, dll.
Rekayasa Teknologi Pengelolaan Bahan Organik
Memang tidak mudah untuk membudayakan kepada masyarakat bahwa limbah organik adalah merupakan bagian ekosistem yang harus dikelola dengan baik. Pemikiran para pakar dan pemerhati lingkungan melihat ada potensi luar biasa untuk membuat rekayasa teknologi dalam membuat produk pupuk organik bersumber dari limbah. Berawal dari pembuatan kompos berbahan limbah yang masih memiliki kendala, maka rekayasa pun dibuat dalam bentuk pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Tabel di bawah ini membuat perbandingan bagaimana suatu produk organik jika dipadatkan dengan produk yang masih dilakukan cara-cara pembuatan kompos konvensional.
Tabel 1. Beberapa keuntungan dan kerugian produk pupuk organik padat dan curah (kompos)
Uraian | Pupuk Organik Padat | Pupuk organik Curah (Kompos) | |
A | Keuntungan | ||
Kesuburan | Memperbaiki aspek fisika, kimia dan biologi tanah | ||
Proses dekomposisi | Cepat Mengurangi sumber polusi – menstabilkan N yang mudah menguap menjadi bentuk lain seperti protein | Lambat-cepat
Pada anaerobik menyebabkan fitotoksik dari asam-asam organik, amonia, nitrit-nitrogen, besi dan mangan. Jika diberikan pada tanaman akan menghambat pertumbuhan karena ketersediaan nitrogen kurang. |
|
Proses produksi | Sudah dapat dikatakan aman/dicegah dari patogenik dengan menggunakan suhu diatas 55oC. | Masih terdapat kandungan mikroorganisme patogenik | |
Pencemaran lingkungan | Dengan menggunakan filler, akan menyerap nitrogen sehingga tidak berbau. Takaran harus sesuai dosis, jika berlebih akan berakibat proses dekomposisi lambat | Dapat menimbulkan bau tidak sedap akibat banyaknya nitrogen yang bereaksi dengan hidrogen menghasilkan amoniak | |
Pengkayaan | Penambahan filler (kapur, dolomit, fosfat alam, terak
baja, dll) menambah kapasitas tukar kation, memperkaya unsur hara, dan
penyerapan zat-zat toksik.
Penambahan sumber hayati, seperti azotobacter sebagai penambat nitrogen. Dengan bantuan bakteri probiotik bau yang tidak sedap dapat hilang, dekomposisi bahan organik dapat dilakukan dengan cepat dan lebih sempurna. Berbagai jenis bakteri probiotik yang sudah umum digunakan adalah Bacillus, Actinomecetes, Lactobacillus, Nitrosomonas, Streptomyces, Acetobacter, dll, Bakteri-bakteri tersebut mempunyai fungsinya masing-masing untuk mempercepat dekomposisi. Berbagai merek dagang dipasaran telah banyak beredar. |
Dapat dilakukan dengan penambahan filler | |
Percepatan pengendalian Cemaran | Dipercepat | Kendala | |
Daya menahan air | Tinggi | Sedang | |
Berat jenis/Volume | Berat | Ringan, mudah hilang | |
Padat | Meningkatkan pelepasan hara-hara secara perlahan-lahan dalam waktu tertentu (slow release) | ||
B | Kelemahan | ||
Sumber N | Kehilangan nitrogen saat pemanasan | Sedikit kehilangan nitrogen | |
Operasionalisasi pemrosesan | Diperlukan waktu, biaya dan tenaga | ||
Saat awal akan memerlukan biaya investasi alat dan pengoperasiannya | |||
Dibutuhkan lahan untuk pengoperasian yang luas | |||
Pasca produksi | Diperlukan pemasaran yang lebih luas |
Berdasarkan sifat-sifat diatas, dapat dilihat pula perbedaan dari ilustrasi gambar yang mecoba mengamati daya serap air oleh kedua bahan pupuk organik, yaitu berbentuk padat granul dan padat curah. Masing-masing bahan ditimbang seberat 200 gram kemudian ditambahkan kepada masing-masing sampel tersebut sebanyak 25 mL, 50 mL, 75 mL, 100 mL, dan 125 mL air.Hasil pengamatan selama 48 jam menunjukkan bahwa pupuk oganik padat granul memiliki keunggulan lebih baik dibandingkan dengan pupuk organik padat curah dalam membentuk agregat mantap. Penambahan dosis air sampai 150 mL menyebabkan kondisi pupuk organik padat curah menjadi tergenang lebih dari 48 jam, artinya volume udara menjadi berkurang, sehingga aktivitas mikroba aerob terhambat/terhenti.Sedangkan pada padat granul, kelembaban terjagadisekitar 60% akan memberikan mikroba (terutama bakteri dan fungsi) tetap beraktivitas.Kemampuan mengikat air pada padat granul menunjukkan lebih tinggi. Hal ini ini erat kaitannya pula dengan pengaruhnya terhadap porositas, penyimpanan dan penyediaan air, aerasi dan suhu tanah yang lebih baik.
Kebijakan Pupuk Organik Padat
Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 70/Permenrtan/SR.140/10/2011, 25 Oktober 2011 Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah menegaskan: bahwa Pupuk Organik adalah pupuk yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran hewan, dan/atau bagian hewan dan/atau limbah organik lainnya yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat diperkaya dengan bahan mineral dan/atau mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan kandungan hara dan bahan organik tanah serta memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Pupuk organik padat terdiri dari pupuk organik padat remah/curah (POPC) dan pupuk organik padat granul (POPG). Pupuk organik padat curah adalah pupuk organik dalam bentuk serbuk dengan ukuran kurang dari 5 mm dan umumnya diproduksi dari kompos yang telah matang dan proses pembuatannya tidak melalui pemanasan. Sedangkan POPG bahan-bahan organik yang telah dikomposkan dan dihaluskan, kemudian ditambahkan bahan mineral sebagai bahan pembentuk granul (filler) berupa kalsit, atau dolomit, atau zeolit yang telah dihaluskan dengan ukuran 60 mesh. Setelah dibuat granul pada piringan besar dihembuskan nyala api pada pipa pemanas yang berputar dengan temperatur kurang dari 300 oC didinginkan dengan blower. Setelah dingin dan tidak mengembun dikemas ke dalam karung plastik.
Semua sumber bahan pupuk organik diuji mutunya terlebih dahulu. Agar mutu pupuk yang akan diproduksi memenuhi syarat mutu pupuk organik padat. Keunggulan pupuk organik yang direkayasa ini dimaksudkan agar produk Pupuk Organik memiliki standar yang sama dan diproduksi. Sejak 2001 ketentuan dan persyaratan pupuk organik telah ditetapkan pemerintah, kemudian perkembangan terakhir tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 70/Permentan/SR.140/10/2011, tanggal 25 Oktober 2011Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah sebagaimana tersebut di atas.
Catatan Akhir
Merujuk pada hasil penelitian bahwa tanah-tanah di Indonesia mengalami degradasi kandungan bahan organik (rata-rata 1-3%), maka seyogyanya pemerintah terus berupaya mendorong penggunaan pupuk organik. Sejauh ini, kebijakan pemerintah menerapkan pola subsidi terhadap pupuk organik sudah dirasakan tepat, mengingat budaya masyarakat baru berbentuk inisiasi, dan jika sudah tahap realisasi di masyarakat berjalan, dapat saja pemerintah mengevaluasi kembali untuk mencabut subsidi ini. Tentunya, setiap kebijakan subsidi harus dibarengi pengawasan yang ketat, dan perijinan yang betul-betul sesuai prosedur dan kriteria yang jelas, supaya subsidi lebih tepat sasaran dan tujuan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar